Kecil kemungkinan soal Ujian Nasional (UN) di Kabupaten Aceh Tamiang bocor karena pengamanannya super ketat. Isu terjadinya kebocoran sengaja dihembuskan oleh orang tak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan dari situasi tersebut dengan cara menjual SMS, seolah-olah kunci jawaban yang benar.
Kapolres Aceh Tamiang AKBP Drs Hariyanta kepada Serambi, Rabu (24/3) mengatakan, pihaknya sudah mendengar isu terjadinya kebocoran soal UN lima hari sebelum ujian dimulai. Padahal saat itu soal UN masih berada di Jakarta belum dikirim ke Aceh Tamiang. Dari penelusuran pihaknya, modus yang dijalankan dalam menyebarkan soal UN bocor berupa permintaan uang untuk satu kunci jawaban soal yang dikirimkan pada hari H ujian. “Minta kumpulkan uang Rp 100.000, pas hari H mereka dijanjikan di kirim SMS jawaban,” ujar kapolres
Menurutnya, soal ujian yang diantar ke Tamiang oleh Polda Aceh tidak pernah singgah ke Dinas Pendidikan, tapi langsung ke gudang Satlantas Polres Aceh Tamiang. Sesampai di sana, gudang tersebut dikunci dengan tiga gembok dan diawasi oleh enam orang polisi, tim independen, dan perwakilan Dinas Pendidikan.
“Masing-masing mereka memegang satu kunci, jika ketiganya tidak hadir maka gudang tersebut tidak bisa dibuka,” sebutnya lagi. Begitu juga pada saat soal diantar ke kecamatan juga diawasi oleh tiga pengawas ini. Sesampai di sekolah diawasi dan dikawal oleh dua orang polisi. “Jadi sangat kecil peluang terjadinya kebocoran terlebih pada saat memasuki ruangan kelas, HP siswa dirazia oleh polisi, tidak diizinkan dibawa ke ruangan ujian,” katanya.
SMS yang berisi seolah-olah kunci jawaban mata pelajar UN diduga dilakukan oleh orang yang mau melakukan penipuan, membohongi siswa. “Kita berharap jangan ada siswa yang percaya dan tertipu karena tidak ada soal UN Tamiang yang bocor,” tambahnya, sambil menambahkan, walaupun demikian pihaknya sedang melakukan penyelidikan mencari tahu siapa yang menyebar isu tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan, Kadis Pendidikan Aceh Tamiang, Izwardi, sangat kecil terjadinya kebocoran soal karena pengawasan sangat ketat. “Jika pun terjadi SMS yang disebut-sebut kunci jawaban soal sudah duluan dirazia HP siswa oleh polisi,” katanya.(md)
Kamis, 25 Maret 2010
UJIAN NASIONAL 2010
Diposting oleh Iefah Feradeliah di 17.21Senin, 15 Maret 2010
APAKAH KAU PANTAS KU SEBUT SAHABAT ????
Diposting oleh Iefah Feradeliah di 02.26KU BENCI ORANG SERERTIMU
JIKA KU BISA BERTERIAK KU MAU MEMOHON KEPADA ALLAH SWT...
BAHWA KU TAK INGIN MENGENAL DIRIMU...
ORANG MUNAFIK SEPERTI DIRIMU SEBAIKNYA TAK SAH HIDUP DUNIA INI...
SEBAB KAU TAK PANTAS DI SEBUT SAHABAT...
APAKAH SAHABAT RELA MELUPAKAN SAHABAT LAMANYA DEMI ORANG YANG ARU SAJA DIA KENAL
DASAR KAU KACANG LUPA PADA KULITNYA
SEMOGA ALLAH SWT MEMBALAS SEMUA YANG KAU LAKUKAN PADAKU...
Dulu kita sahabat
Teman begitu hangat
Mengalahkan sinar mentari
Dulu kita sahabat
Berteman bagai ulat
Berharap jadi kupu-kupu
* Kini kita melangkah berjauh-jauhan
Ku jauhi dirimu karna sesuatu
Karena kau terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karna ku sayang
reff:
Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
Persahabatan bagai kepompong
Maklumi teman hadapi perbedaan
Persahabatan bagai kepompong
na na na na na na na na na
Semua yang berlalu
Biarkanlah berlalu
Seperti hangatnya mentari
Siang berganti malam
Sembunyikan sinarnya
Hingga ia bersinar lagi
** Dulu kita melangkah berjauh-jauhan
Ku jauhi dirimu karna sesuatu
Mungkin kau terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karna ku sayang
Kamis, 04 Maret 2010
CARA PENANGGULANGAN BANJIR
Diposting oleh Iefah Feradeliah di 16.55
Ketika banjir datang, selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain pihak, para ahli cendekia lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentang apa dan mengapa terjadi banjir. Ketika banjir surut, perhatian akan banjir ikut surut pula. Kemudian ribut-ribut lagi ketika musim berganti dan banjir datang berulang.
Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman warga. Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari warga menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.
Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur, yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan penghalang aliran. Kedua, metode nonstruktur berbasis masyarakat, yaitu dengan manajemen di hilir di daerah rawan banjir dan manajemen di hulu daerah aliran sungai.
Anggaran tak seimbang
Dalam pertemuan-pertemuan antarpemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan nonstruktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.
Padahal, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah pentingnya. Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.
Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai, kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.
Rumah akrab banjir
Hingga dekade yang lalu, cita-cita para ahli banjir masih terus mengumandangkan slogan "bebas banjir" dengan memaksakan teknologi untuk melawan banjir, antara lain sodetan, tanggul sungai, bendungan, dan sebagainya. Namun, dalam diskusi dan publikasi mutakhir tentang manajemen bencana banjir, terjadi perubahan paradigma. Di Vietnam, khususnya warga yang hidup di DAS Mekong, yang semula bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya memutuskan hidup bersama banjir (living with flood), antara lain dengan mengubah rumah-rumah mereka menjadi rumah panggung.
Saat ini, banyak institusi penelitian yang melakukan penelitian konsep rumah akrab banjir, salah satunya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puskim), di Jalan Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. Ada yang unik dari desain rumah akrab banjir kreasi peneliti Puskim ini, bukan berupa rumah panggung, tetapi rumah apung, yang bisa naik turun sesuai ketinggian banjir. Apa pun desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti ini segera diimplentasikan di daerah rawan banjir bekerja sama dengan dunia usaha.
Mengajak masyarakat membangun rumah panggung merupakan tantangan tersendiri, selain perlu uang ekstra untuk rekonstruksi rumah, juga perlu sosialisasi membiasakan diri hidup di rumah panggung. Namun, cara hidup akrab bersama banjir seperti ini relatif lebih murah dan berkelanjutan dibandingkan dengan cara relokasi maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banjir yang belum tentu berhasil.
Tentunya komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasi semangat tidak melanggar peraturan yang berlaku. Misalnya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan perlunya perlindungan terhadap sempadan sungai untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai serta mengamankan aliran sungai. Salah satu kriteria sempadan sungai disebutkan sekurang-kurangnya tiga puluh meter dihitung dari tepi sungai untuk sungai yang tidak bertanggul.
Penanggulangan banjir memang kompleks, apalagi masyarakat tidak diajak berperan, jadi memang pantas ada sindiran bahwa sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana, tetapi penanggulangan banjir belum juga berhasi